Pencarian
Latest topics
Top posters
mieljowell (209) | ||||
inge (191) | ||||
bukan_maho (42) | ||||
Babat Krump (32) | ||||
Pradipta Armanto (13) | ||||
sibatmen (6) | ||||
NanaBeby (4) | ||||
dafisip (3) | ||||
eko nugroho (1) | ||||
kemenk (1) |
Air mendidih
2 posters
Halaman 1 dari 1
Air mendidih
Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.
Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata.
Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.
Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?"
"Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak.
Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas.
Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?"
Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.
"Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?"
Bagaimana dengan kamu?
Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.
Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?
Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.
Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.
Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata.
Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.
Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?"
"Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak.
Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas.
Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?"
Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.
"Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?"
Bagaimana dengan kamu?
Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.
Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?
Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.
Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.
- 'naskah asli':
A daughter complained to her father about her life and how things were so hard for her. She did not know how she was going to make it and wanted to give up. She was tired of fighting and struggling. It seemed as one problem was solved, a new one arose.
Her father, a chef, took her to the kitchen. He filled three pots with water and placed each on a high fire.
Soon the pots came to a boil. In one he placed carrots, in the second he placed eggs, and the last he placed
ground coffee beans. He let them sit and boil, without saying a word.
The daughter sucked her teeth and impatiently waited, wondering what he was doing. In about twenty minutes he turned off the burners. He fished the carrots out and placed them in a bowl. He pulled the eggs out and placed them a bowl. Then he ladled the coffee out and placed it in a bowl.
Turning to her he asked. "Darling, what do you see."
"Carrots, eggs, and coffee," she replied.
He brought her closer and asked her to feel the carrots. She did and noted that they were soft. He then asked her to take an egg and break it. After pulling off the shell, she observed the hard-boiled egg. Finally, he
asked her to sip the coffee. She smiled as she tasted its rich aroma.
She humbly asked. "What does it mean Father?"
He explained that each of them had faced the same adversity, boiling water, but each reacted differently.
The carrot went in strong, hard, and unrelenting. But after being subjected to the boiling water, it softened
and became weak. The egg had been fragile. Its thin outer shell had protected its liquid interior. But
after sitting through the boiling water, its inside became hardened. The ground coffee beans were unique
however. After they were in the boiling water, they had changed the water.
"Which are you," he asked his daughter. "When adversity knocks on your door, how do you respond? Are you a carrot, an egg, or a coffee bean?"
How about you?
Are you the carrot that seems hard, but with pain and adversity do you wilt and become soft and lose your
strength?
Are you the egg, which starts off with a malleable heart? Were you a fluid spirit, but after a death, a breakup, a divorce, or a layoff have you become hardened and stiff. Your shell looks the same, but are you bitter and tough with a stiff spirit and heart?
Or are you like the coffee bean? The bean changes the hot water, the thing that is bringing the pain, to its
peak flavor reaches 212 degrees Fahrenheit. When the water gets the hottest, it just tastes better.
If you are like the bean, when things are at their worst, you get better and make things better around
you.
Re: Air mendidih
berharap kopi
mieljowell- Momod koplak
- Jumlah posting : 209
CendoL : 5
Join date : 01.01.11
Age : 31
Lokasi : kost-an
Re: Air mendidih
kalo gw susu berarti , sebelum ditimpa musibah, manis, setelah di tambah air panas makin enak
mieljowell- Momod koplak
- Jumlah posting : 209
CendoL : 5
Join date : 01.01.11
Age : 31
Lokasi : kost-an
Re: Air mendidih
mieljowell wrote:kalo gw susu berarti , sebelum ditimpa musibah, manis, setelah di tambah air panas makin enak
ngimpi kali
Re: Air mendidih
ngayalSS501 wrote:kalo gw selalu kopi
mieljowell- Momod koplak
- Jumlah posting : 209
CendoL : 5
Join date : 01.01.11
Age : 31
Lokasi : kost-an
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik
|
|
Tue Feb 22, 2011 7:33 am by inge
» Sebuah kisah yg menyentuh
Mon Jan 31, 2011 7:53 am by inge
» 10 Kualitas Pribadi yang Disukai
Mon Jan 31, 2011 7:48 am by inge
» akreditasi jurusan di universitas jendral soedirman
Sun Jan 30, 2011 9:04 pm by mieljowell
» Yang sering nongkrong di forum ini,masuk!
Sat Jan 29, 2011 9:52 pm by inge
» Ganteng Diary's
Tue Jan 25, 2011 11:53 pm by mieljowell
» Sejarah HTML
Mon Jan 24, 2011 8:07 pm by inge
» SNMPTN 2011
Sat Jan 22, 2011 9:01 pm by mieljowell
» Cinta tanpa syarat
Thu Jan 20, 2011 5:48 pm by mieljowell